Makalah Pendidikan Kewarganegaraan
DEMOKRASI
BAB
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pemilihan
langsung Kepala Daerah menjadi consensus
politik nasional, yang merupakan salah satu instrument penting
penyelenggaraan pemerintahan setelah digulirkannya otonomi daerah di Indonesia.
Sedangkan Indonesia sendiri telah melaksanakan Pilkada secara langsung sejak
diberlakukannya Undang-undang nomor 32 tahun 2004. tentang pemerintahan daerah.
Hal ini apabila dilihat dari perspektif desentralisasi, Pilkada langsung
tersebut merupakan sebuat terobosan baru yang bermakna bagi proses konsolidasi
demokrasi di tingkat lokal. Pilkada langsung akan membuka ruang partisipasi
yang lebih luas bagi masyarakat dalam proses demokrasi untuk menentukan
kepemimpinan politik di tingkat lokal. System ini juga membuka peluang bagi
masyarakat untuk mengaktualisasi hak-hak politiknya secara lebih baik
tanpa harus direduksi oleh
kepentingan-kepentingan elite politik, seperti ketika berlaku sistem demokrasi perwakilan.
Pilkada langsung juga memicu timbulnya figure pemimpin yang aspiratif,
kompeten, legitimate, dan berdedikasi. Sudah barang tentu hal ini karena Kepala
Daerah yang terpilih akan lebih berorientasi pada warga dibandingkan pada
segelitirelite di DPRD. Akan tetapi
Pilkada tidak sepenuhnya
berjalan mulus seperti
yang diharapkan. Dapat kita lihat contohnya pada pilkada di Jawa Timur.
Pelaksanaan Pilkada di Jawa Timur menjadi salah satu sejarah bagi proses
demokratiasasi lokal di Indonesia.
BAB
II
KAJIAN TEORI
KAJIAN TEORI
1. Demokrasi
Demokrasi
adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Begitulah pemahaman yang paling sederhana
tentang demokrasi, yang diketahui oleh hampir semua orang.
Istilah "demokrasi" berasal dari Yunani Kuno yang diutarakan di Athena kuno pada abad ke-5 SM. Negara tersebut biasanya dianggap sebagai contoh awal dari sebuah sistem yang berhubungan dengan hukum demokrasi modern. Namun, arti dari istilah ini telah berubah sejalan dengan waktu, dan definisi modern telah berevolusi sejak abad ke-18, bersamaan dengan perkembangan sistem "demokrasi" di banyak negara.
Kata "demokrasi" berasal dari dua kata, yaitu demos yang berarti rakyat, dan kratos/cratein yang berarti pemerintahan, sehingga dapat diartikan sebagai pemerintahan rakyat, atau yang lebih kita kenal sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Konsep demokrasi menjadi sebuah kata kunci tersendiri dalam bidang ilmu politik. Hal ini menjadi wajar, sebab demokrasi saat ini disebut-sebut sebagai indikator perkembangan politik suatu negara.
Berbicara mengenai demokrasi adalah memperbincangkan tentang kekuasaan, atau lebih tepatnya pengelolaan kekuasaan secara beradab. Ia adalah sistem manajemen kekuasaan yang dilandasi oleh nilai-nilai dan etika serta peradaban yang menghargai martabat manusia. Pelaku utama demokrasi adalah kita semua, setiap orang yang selama ini selalu diatasnamakan namun tak pernah ikut menentukan. Menjaga proses demokratisasi adalah memahami secara benar hak-hak yang kita miliki, menjaga hak-hak itu agar siapapun menghormatinya, melawan siapapun yang berusaha melanggar hak-hak itu. Demokrasi pada dasarnya adalah aturan orang (people rule), dan di dalam sistem politik yang demokratis warga mempunyai hak, kesempatan dan suara yang sama di dalam mengatur pemerintahan di dunia publik. Sedang demokrasi adalah keputusan berdasarkan suara terbanyak. Di Indonesia, pergerakan nasional juga mencita-citakan pembentukan negara demokrasi yang berwatak anti-feodalisme dan anti-imperialisme, dengan tujuan membentuk masyarakat sosialis.
Istilah "demokrasi" berasal dari Yunani Kuno yang diutarakan di Athena kuno pada abad ke-5 SM. Negara tersebut biasanya dianggap sebagai contoh awal dari sebuah sistem yang berhubungan dengan hukum demokrasi modern. Namun, arti dari istilah ini telah berubah sejalan dengan waktu, dan definisi modern telah berevolusi sejak abad ke-18, bersamaan dengan perkembangan sistem "demokrasi" di banyak negara.
Kata "demokrasi" berasal dari dua kata, yaitu demos yang berarti rakyat, dan kratos/cratein yang berarti pemerintahan, sehingga dapat diartikan sebagai pemerintahan rakyat, atau yang lebih kita kenal sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Konsep demokrasi menjadi sebuah kata kunci tersendiri dalam bidang ilmu politik. Hal ini menjadi wajar, sebab demokrasi saat ini disebut-sebut sebagai indikator perkembangan politik suatu negara.
Berbicara mengenai demokrasi adalah memperbincangkan tentang kekuasaan, atau lebih tepatnya pengelolaan kekuasaan secara beradab. Ia adalah sistem manajemen kekuasaan yang dilandasi oleh nilai-nilai dan etika serta peradaban yang menghargai martabat manusia. Pelaku utama demokrasi adalah kita semua, setiap orang yang selama ini selalu diatasnamakan namun tak pernah ikut menentukan. Menjaga proses demokratisasi adalah memahami secara benar hak-hak yang kita miliki, menjaga hak-hak itu agar siapapun menghormatinya, melawan siapapun yang berusaha melanggar hak-hak itu. Demokrasi pada dasarnya adalah aturan orang (people rule), dan di dalam sistem politik yang demokratis warga mempunyai hak, kesempatan dan suara yang sama di dalam mengatur pemerintahan di dunia publik. Sedang demokrasi adalah keputusan berdasarkan suara terbanyak. Di Indonesia, pergerakan nasional juga mencita-citakan pembentukan negara demokrasi yang berwatak anti-feodalisme dan anti-imperialisme, dengan tujuan membentuk masyarakat sosialis.
2.
Pemilihan Kepala Daerah
Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah adalah Pemilu untuk memilih Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah secara langsung dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 19453. Sebelum diberlakukannya undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah, Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Namun sejak Juni
2005 Indonesia menganut system pemilihan Kepala Daerah secara langsung.
Pada dasarnya daerah merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hal ini berkaitan dengan pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang seharusnya sinkron dengan pemilihan presiden dan wakil presiden, yaitu pemilihan secara langsung.
Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah adalah Pemilu untuk memilih Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah secara langsung dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 19453. Sebelum diberlakukannya undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah, Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Namun sejak Juni
2005 Indonesia menganut system pemilihan Kepala Daerah secara langsung.
Pada dasarnya daerah merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hal ini berkaitan dengan pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang seharusnya sinkron dengan pemilihan presiden dan wakil presiden, yaitu pemilihan secara langsung.
3. Mengembalikan kedaulatan ke tangan rakyat
Warga masyarakat di daerah merupakan bagian yang tak terpisahkan dari warga masyarakat Indonesia secara keseluruhan, yang mereka juga berhak atas kedaulatan yang merupakan hak asasi mereka, yang hak tersebut dijamin dalam konstitusi kita Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945. Oleh karena itu, warga masyarakat di daerah, berdasarkan kedaulatan yang mereka punya, diberikan hak untuk menentukan nasib daerahnya masing-masing, antara lain dengan memilih Kepala Daerah secara langsung.
Warga masyarakat di daerah merupakan bagian yang tak terpisahkan dari warga masyarakat Indonesia secara keseluruhan, yang mereka juga berhak atas kedaulatan yang merupakan hak asasi mereka, yang hak tersebut dijamin dalam konstitusi kita Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945. Oleh karena itu, warga masyarakat di daerah, berdasarkan kedaulatan yang mereka punya, diberikan hak untuk menentukan nasib daerahnya masing-masing, antara lain dengan memilih Kepala Daerah secara langsung.
Pilkada
langsung sebagai pengejawantahan dari demokratisasi lokal telah dilaksanakan di
berbagai daerah di Indonesia. Banyak evaluasi dan dan analisa mengenai
pelenggaraannya menyimpulkan suatu kondisi yang sama, yaitu
bahwa penyelengaraan Pilkada langsung belum sepenuhnya berjalan sesuai yang
diharapkan. Penerapan di lapangan masih menyisakan masalah yang mendasar.
Pilkada langsung masih didominasi kelompok elitis tertentu melalui oligarki
politik, sehingga pilkada langsung menjadi proses demokratisasi semua.
Partisipasi masyarakat lebih bersifat di mobilisasi. Hal ini sama halnya dengan
proses politik sebagai suatu penguatan demokrasi lokal masih belum terjadi,
justru konflik-konflik horizontal yang mengarah kepada anarkisme cenderung
sering terjadi, yang disinyalir sebagai
akibat dari adanya
berbagai kelemahan dalam
tata peraturan penyelenggaraannya, dan munculnya
berbagai manipulasi dan kecurangan.
4.
Demokratisasi lokal
Demokratisasi lokal adalah implikasi dari desentralisasi yang
dijalankan di daerah-daerah sebagai perwujudan dari proses demokrasi di
Indonesia. Konsepnya mengandaikan pemerintahan itu dari, oleh dan untuk rakyat.
Hal paling mendasar dalam demokrasi adalah keikutsertaan rakyat, serta
kesepakatan bersama atau konsensus untuk mencapai tujuan yang dirumuskan
bersama. Perkembangan desentralisasi menuntut adanya proses demokrasi bukan
hanya di tingkat regional tetapi di tingkat lokal.
Demokrasi di Indonesia pasca Orde Baru hampir selalu dibicarakan secara berkaitan dengan pembentukan sistem politik yang mencerminkan prinsip keterwakilan, partisipasi dan kontrol. Oleh karenanya, pemerintahan yang demokratis mengandaikan pemisahan kekuasaan dalam tiga wilayah institusi yaitu eksekutif, legislatif dan yudikatif. Suatu pemerintahan dikatakan demokratis jika terdapat indikator utama yaitu keterwakilan, partisipasi dan kontrol terhadap penyelenggaraan pemerintahan oleh ketiga institusi tersebut. Prinsip partisipasi menjamin aspek keikutsertaan rakyat dalam proses perencanaan pembangunan daerah; atau keikutsertaan rakyat dalam proses pemilihan wakil dalam lembaga politik, sedangkan prinsip kontrol menekankan pada aspek akuntabilitas pemerintahan. Dalam demokrasi, aspek kelembagaan merupakan keutamaan dari berlangsungnya praktik politik yang demokratis, sehingga, terdapat partai politik, pemilihan umum dan pers bebas. Sedangkan, istilah ‘ lokal’ mengacu kepada ‘arena’ tempat praktek demokrasi itu berlangsung.
Demokrasi di Indonesia pasca Orde Baru hampir selalu dibicarakan secara berkaitan dengan pembentukan sistem politik yang mencerminkan prinsip keterwakilan, partisipasi dan kontrol. Oleh karenanya, pemerintahan yang demokratis mengandaikan pemisahan kekuasaan dalam tiga wilayah institusi yaitu eksekutif, legislatif dan yudikatif. Suatu pemerintahan dikatakan demokratis jika terdapat indikator utama yaitu keterwakilan, partisipasi dan kontrol terhadap penyelenggaraan pemerintahan oleh ketiga institusi tersebut. Prinsip partisipasi menjamin aspek keikutsertaan rakyat dalam proses perencanaan pembangunan daerah; atau keikutsertaan rakyat dalam proses pemilihan wakil dalam lembaga politik, sedangkan prinsip kontrol menekankan pada aspek akuntabilitas pemerintahan. Dalam demokrasi, aspek kelembagaan merupakan keutamaan dari berlangsungnya praktik politik yang demokratis, sehingga, terdapat partai politik, pemilihan umum dan pers bebas. Sedangkan, istilah ‘ lokal’ mengacu kepada ‘arena’ tempat praktek demokrasi itu berlangsung.
BAB
III
PEMBAHASAN
KASUS
Apa :
Pilkada Jawa Timur 2008
Siapa
: Warga Jawa Timur dan para
calon kandidat Cagub dan Cawagub Jawa
Timur.
Dimana : Jawa Timur
Kapan :
Putaran pertama dilaksanakan pada tanggal 23 Juli 2008
Putaran kedua dilaksanakan pada tanggal 4 November 2008
Putaran ketiga dilaksanakan pada tanggal 28
Desember 2008
Mengapa : Pasangan KAJI (Khofifah Indar
Parawansa-Mudjiono) tidak menerima hasil Pilkada Jatim putaran 2 yang diumumkan KPUD
Jatim dimenangkan oleh pasangan Soekarwo-Saifullah Yusuf (Karsa). Selanjutnya
KAJI melakukan upaya hukum ke MK.
Mahkamah
Konstitusi (MK) akhirnya menetapkan pelaksanaan Pilkada Jawa Timur putaran ketiga
(pemungutan suara ulang) di Bangkalan dan Sampang, serta penghitungan suara
ulang di Pamekasan.
Bagaimana
: Putaran
Pertama
Pada putaran
pertama Pilkada Jawa Timur ditetapkan dilaksanakan pada 23 juli 2008, yang
tepat jatuh pada hari rabu. Pilkada Jawa Timur diikuti oleh lima calon pasangan
Cagub dan Cawagub. Pemilihan Gubernur Jawa Timur
akan diikuti 29.061.718 pemilih dan akan mencoblos di 32.756 Tempat
Pemungutan Suara (TPS).
Berdasarkan hasil Pilkada
Jawa Timur putaran pertama, tidak ada calon
yang memperoleh suara lebih dari 30% maka akan diadakan Pilkada Jawa Timur
putaran kedua. Dengan demikian maka calon yang berhak ikut dalam Pilkada Jawa
Timur putaran Kedua adalah pasangan nomor urut satu, Khofifah dan Mudjiono
(24,82%), dan pasangan dengan nomor urut lima, Soekarwo dan Saifullah Yusuf
(26,44%). Angka golput pada Pilkada Jawa timur putaran pertama sekitar 20-30%.
Putaran Kedua
Pada putaran kedua, Pilkada Jawa Timur putaran kedua yang
diikuti oleh pasangan Khofifah - Mudjiono dan Soekarwo - Saifullah Yusuf,
dilaksanakan pada 4 november 2008. Pada Pemilihan gubernur putaran kedua ini
diikuti 29.280.470 pemilih yang terdiri atas 14.369.596 pemilih laki-laki dan
14.910.874 pemilih perempuan. Untuk lebih dari 29 juta pemilih itu disediakan
62.859 TPS, termasuk 216 TPS8.
Hasil perhitungan resmi pilgub jatim putaran II versi KPU adalah
•Pasangan Kaji (Khofifah I.P dan Mudjiono) : 7.669.721 suara
•Pasangan Karsa (Soekarwo dan Syaifullah Yusuf ) : 7.729.944 suara
Dari suara sah sebanyak 15.399.665, terdapat 506.343 suara tidak sah. Dengan hasil itu, pasangan Karsa unggul tipis 60.233 suara atau 0,40 persen dibanding pasangan Kaji. Dari hasil tersebut maka pasangan Soekarwo - Syaifullah Yusuf dinyatakan sebagai pemenang dalam Pilkada Jatim untuk periode 2008-2013, yang dilaksanakan dalam dua putaran. Namun, kubu dari pasangan Kaji menolak untuk menandatangani hasil dari Pilkada Jatim putaran kedua karena menilai terdapat banyak kecurangan yang terjadi didalamnya. Pelanggaran yang mereka catat selama proses coblosan ulang antara lain, daftar pemilih tetap (DPT) di Pamekasan, Bangkalan dan Sampang berbeda pada putaran pertama lalu.
Pasangan Khofifah dan Mudjiono akhirnya melaporkan kecurangan- kecurangan dalam Pilkada Jawa Timur ke Mahkamah Konstitusi. Permohonan yang diajukan oleh pasangan tersebut, terdiri dari empat hal. Pertama, MK diminta menerima dan mengabulkan permohonan keberatan yang diajukan oleh pemohon untuk seluruhnya. Kedua, pemohon meminta pembatalan hasil perhitungan suara yang ditetapkan termohon sesuai dengan keputusan termohon Nomor 20 tahun 2008 tertanggal 11 November 2008 tentang rekapitulasi hasil perhitungan pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Propinsi Jawa Timur tahun 2008 putaran kedua. Ketiga, menetapkan perhitungan suara hasil Kepala Daerah Provinsi Jawa Timur adalah sebagaimana yang diajukan pemohon, yaitu pasangan Jatim No 1 sejumlah 7.595.199 suara dan pasangan Jatim No 2 sejumlah 7.573.680 suara. Terakhir, menyatakan pasangan cagub/cawagub dengan nomor urut 1, Khofifah dan Mujiono sebagai pasangan terpilih dalam Pilkada Jatim 2008. Namun akhirnya Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa:
putusan Mahkamah Konstistusi (MK) No 41/PHPU-D-VI/2008 :
• Memerintahkan KPUD Jatim agar melakukan pemungutan ulang di kabupaten Bangkalan dan Sampang, serta penghitungan di Pamekasan, paling lama 60 hari setelah amar putusan ini dengan mempertimbangkan kemampuan KPUD Jatim. Mengabulkan sebagian permohonan pemohon dan membatalkan keputusan KPUD Jatim sepanjang mengenai rekapitulasi suara di Kabupaten Pamekasaan, Bangkalan, dan Sampang
• memerintahkan KPU dan Bawaslu untuk benar-benar mengawasi pemilihan ulang dan penghitungan suara ulang di tiga kabupaten terebut agar tercipta pemilu yang jujur dan adil. MK menilai, secara materil telah terjadi pelanggaran ketentuan pilkada yang berpengaruh terhadap perolehan suara.
Majelis Hakim diketuai oleh Mahfud MD, Maria Farida Indrati, Achmad Sodiki, Maruarar Siahaan, Arsyad Sanusi, Muhammad Alim, Mukti Fajar dan Akil Mochtar. Dengan demikian Mahkama Konstitusi memutuskan adanya Pemilihan Kepala Daerah Jawa Timur Putaran kedua.
Putaran Ketiga (ulang)
Pada putaran ketiga ini, dilakukan pemungutan suara ulang di Kabupaten Bangkalan dan Sampang. Serta melakukan penghitungan ulang di Pamekasan. Dari hasil rekapitulasi suara yang digelar KPUD Jatim, pasangan KarSa dinyatakan memenangkan coblosan dan penghitungan ulang di Bangkalan, Sampang dan Pamekasan.
Di Bangkalan, pasangan Soekarwo-Saifullah Yusuf meraih suara sebanyak 253.981, Sampang 210.052 suara, dan di Pamekasan 216.293 suara. Sedangkan Khofifah-Mudjiono memperoleh suara di Bangkalan sebanyak 144.238, Sampang 146.036 dan Pamekasan 195.117 suara. Dari hasil coblosan dan penghitungan ulang, serta ditambahkan dengan suara di 36 kabupaten lainnya, KarSa tetap memenangi pilgub Jatim. Jumlah suara untuk KarSa sebanyak 7.660.861 atau 50,11 persen. Ka-Ji memperoleh 7.626.757 atau 49,89 persen. Sedangkan suara tidak sah sebanyak 508.78912. Dengan hasil ini kubu Khofifah tetap tidak puas dan mengajukan gugatan kembali ke Mahkamah Konstitusi, namun Mahkamah Konstitusi menolak gugatan dari Kubu Kaji karena menggangap kesalahan bukan berasal dari kubu lawan melainkan dari pihak penyelenggara.
Hasil perhitungan resmi pilgub jatim putaran II versi KPU adalah
•Pasangan Kaji (Khofifah I.P dan Mudjiono) : 7.669.721 suara
•Pasangan Karsa (Soekarwo dan Syaifullah Yusuf ) : 7.729.944 suara
Dari suara sah sebanyak 15.399.665, terdapat 506.343 suara tidak sah. Dengan hasil itu, pasangan Karsa unggul tipis 60.233 suara atau 0,40 persen dibanding pasangan Kaji. Dari hasil tersebut maka pasangan Soekarwo - Syaifullah Yusuf dinyatakan sebagai pemenang dalam Pilkada Jatim untuk periode 2008-2013, yang dilaksanakan dalam dua putaran. Namun, kubu dari pasangan Kaji menolak untuk menandatangani hasil dari Pilkada Jatim putaran kedua karena menilai terdapat banyak kecurangan yang terjadi didalamnya. Pelanggaran yang mereka catat selama proses coblosan ulang antara lain, daftar pemilih tetap (DPT) di Pamekasan, Bangkalan dan Sampang berbeda pada putaran pertama lalu.
Pasangan Khofifah dan Mudjiono akhirnya melaporkan kecurangan- kecurangan dalam Pilkada Jawa Timur ke Mahkamah Konstitusi. Permohonan yang diajukan oleh pasangan tersebut, terdiri dari empat hal. Pertama, MK diminta menerima dan mengabulkan permohonan keberatan yang diajukan oleh pemohon untuk seluruhnya. Kedua, pemohon meminta pembatalan hasil perhitungan suara yang ditetapkan termohon sesuai dengan keputusan termohon Nomor 20 tahun 2008 tertanggal 11 November 2008 tentang rekapitulasi hasil perhitungan pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Propinsi Jawa Timur tahun 2008 putaran kedua. Ketiga, menetapkan perhitungan suara hasil Kepala Daerah Provinsi Jawa Timur adalah sebagaimana yang diajukan pemohon, yaitu pasangan Jatim No 1 sejumlah 7.595.199 suara dan pasangan Jatim No 2 sejumlah 7.573.680 suara. Terakhir, menyatakan pasangan cagub/cawagub dengan nomor urut 1, Khofifah dan Mujiono sebagai pasangan terpilih dalam Pilkada Jatim 2008. Namun akhirnya Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa:
putusan Mahkamah Konstistusi (MK) No 41/PHPU-D-VI/2008 :
• Memerintahkan KPUD Jatim agar melakukan pemungutan ulang di kabupaten Bangkalan dan Sampang, serta penghitungan di Pamekasan, paling lama 60 hari setelah amar putusan ini dengan mempertimbangkan kemampuan KPUD Jatim. Mengabulkan sebagian permohonan pemohon dan membatalkan keputusan KPUD Jatim sepanjang mengenai rekapitulasi suara di Kabupaten Pamekasaan, Bangkalan, dan Sampang
• memerintahkan KPU dan Bawaslu untuk benar-benar mengawasi pemilihan ulang dan penghitungan suara ulang di tiga kabupaten terebut agar tercipta pemilu yang jujur dan adil. MK menilai, secara materil telah terjadi pelanggaran ketentuan pilkada yang berpengaruh terhadap perolehan suara.
Majelis Hakim diketuai oleh Mahfud MD, Maria Farida Indrati, Achmad Sodiki, Maruarar Siahaan, Arsyad Sanusi, Muhammad Alim, Mukti Fajar dan Akil Mochtar. Dengan demikian Mahkama Konstitusi memutuskan adanya Pemilihan Kepala Daerah Jawa Timur Putaran kedua.
Putaran Ketiga (ulang)
Pada putaran ketiga ini, dilakukan pemungutan suara ulang di Kabupaten Bangkalan dan Sampang. Serta melakukan penghitungan ulang di Pamekasan. Dari hasil rekapitulasi suara yang digelar KPUD Jatim, pasangan KarSa dinyatakan memenangkan coblosan dan penghitungan ulang di Bangkalan, Sampang dan Pamekasan.
Di Bangkalan, pasangan Soekarwo-Saifullah Yusuf meraih suara sebanyak 253.981, Sampang 210.052 suara, dan di Pamekasan 216.293 suara. Sedangkan Khofifah-Mudjiono memperoleh suara di Bangkalan sebanyak 144.238, Sampang 146.036 dan Pamekasan 195.117 suara. Dari hasil coblosan dan penghitungan ulang, serta ditambahkan dengan suara di 36 kabupaten lainnya, KarSa tetap memenangi pilgub Jatim. Jumlah suara untuk KarSa sebanyak 7.660.861 atau 50,11 persen. Ka-Ji memperoleh 7.626.757 atau 49,89 persen. Sedangkan suara tidak sah sebanyak 508.78912. Dengan hasil ini kubu Khofifah tetap tidak puas dan mengajukan gugatan kembali ke Mahkamah Konstitusi, namun Mahkamah Konstitusi menolak gugatan dari Kubu Kaji karena menggangap kesalahan bukan berasal dari kubu lawan melainkan dari pihak penyelenggara.
BAB
IV
KESIMPULAN
1.
Analisis dan Pembahasan
Adanya
demokrasi ditingkat lokal sebagai akibat dari proses demokrasi regional yang
dituntut oleh perkembangan desentralisasi. Demokrasi lokal memuat hal yang
mendasar yaitu keikutsertaan rakyat serta kesepakatan bersama untuk mencapai
tujuan yang dirumuskan bersama. Demokrasi lokal terwujud salah satunya dengan
adanya Pilkada langsung dengan kata lain proses ini mengembalikan kedaulatan ke
tangan rakyat. Hal ini senada dengan pelaksanaan Pilkada langsung yang diadakan
di Jawa Timur.
Pelaksanaan Pilkada Jawa Timur periode 2008-2013 yang pada putaran pertama diikuti oleh lima calon pasangan gubernur dan wakil gubernur. Pada prosesnya telah sesuai dengan prinsip dasar demokrasi yaitu prinsip keterwakilan rakyat. Hal ini ditunjukkan dengan kelima calon gubernur dan wakil gubernur tersebut berasal dari unsur masyarakat Jawa Timur. Sedangkan partisipasi masyarakat sebagai pemilih berjumlah 29.061.718 Jiwa. Jumlah tersebut menandakan tingkat antusiasme masyarakat Jawa Timur dalam proses demokrasi. Pilkada langsung putaran pertama ini, dari kelima calon tersebut tidak ada yang melebihi batas ambang kemenangan 30% maka diadakan Pilkada putaran kedua yang diikuti oleh dua calon yang memperoleh suara terbanyak yaitu pasangan Khofifah-Mudjiono dan Soekarwo-SyaifullahJusuf.
Pada putaran kedua Pilkada Jawa Timur dimenangkan oleh pasangan Soekarwo dan Syaefullah Jusuf dengan selisih 0,40% dari total suara. Terjadi permasalahan disini, pasangan Khofifah dan Mudjiono menolak menandatangani hasil dari Pilkada pada putaran kedua karena menilai terdapat banyak kecurangan yang terjadi didalamnya kemudian pasangan tersebut melaporkan kecurangan yang terjadi kepada Mahkamah Konstitusi yaitu lembaga yang berhak menangani sengketa dalam Pemilu. Oleh Mahkamah Konstitusi diputuskan bahwa harus dilaksanakan Pilkada ulang di dua Kabupaten yaitu Bangkalan dan Sampang, serta penghitungan
ulang di Kabupaten Pamekasan. Proses ini merupakan sejarah bagi demokratisasi lokal di Indonesia dimana pengakuan atas hak maupun tuntutan benar-benar tidak diabaikan oleh Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga yudikatif, dengan ini prinsip control dalam negara demokrasi telah terpenuhi.
Pilkada merupakan institusi demokrasi lokal yang penting karena dengan Pilkada, Kepala Daerah yang akan memimpin daerah dalam mencapai tujuan desentralisasi akan terpilih melalui tangan-tangan masyarakat lokal secara langsung. Sehingga untuk Pilkada DI Jawa Timur ini, layaklah disebut sebagai pilkada yang demokratis walaupun masih banyak kelemahan, kecurangan, dan kekurangan. Kepala Daerah terpilih (Soekarwo dan Syaifullah Yusuf ) inilah yang nantinya akan menjadi pemimpin dalam pembangunan di daerah termasuk di dalamnya penguatan demokrasi lokal, penyediaan pendidikan dasar dan layanan kesehatan, perbaikan kesejahteraan rakyat, penerapan prinsip tata pemerintahan yang baik dan lain sebagainya.
Nada pesimis dan pandangan negatif dari berbagai kalangan tentang pelaksanaan pilkada di Jawa Timur tidak meniadakan arti pentingnya institusi ini dalam konsolidasi demokrasi lokal di era desentralisasi. Bagi masyarakat lokal khususnya Jawa Timur yang terpenting adalah memilih Kepala Daerah yang dinilai mampu untuk memimpin daerah, dengan demikian sedikit banyak akan semakin memupuk dan memperkuat demokrasi lokal di Indonesia yang telah beranjak dewasa. Sekali lagi walaupun masih terjadi banyak kekurangan baik itu permasalahan kelembagaan, permasalahan dalam tahapan persiapan, maupun permasalahan dalam tahapan pelaksanaan.
Pelaksanaan Pilkada Jawa Timur periode 2008-2013 yang pada putaran pertama diikuti oleh lima calon pasangan gubernur dan wakil gubernur. Pada prosesnya telah sesuai dengan prinsip dasar demokrasi yaitu prinsip keterwakilan rakyat. Hal ini ditunjukkan dengan kelima calon gubernur dan wakil gubernur tersebut berasal dari unsur masyarakat Jawa Timur. Sedangkan partisipasi masyarakat sebagai pemilih berjumlah 29.061.718 Jiwa. Jumlah tersebut menandakan tingkat antusiasme masyarakat Jawa Timur dalam proses demokrasi. Pilkada langsung putaran pertama ini, dari kelima calon tersebut tidak ada yang melebihi batas ambang kemenangan 30% maka diadakan Pilkada putaran kedua yang diikuti oleh dua calon yang memperoleh suara terbanyak yaitu pasangan Khofifah-Mudjiono dan Soekarwo-SyaifullahJusuf.
Pada putaran kedua Pilkada Jawa Timur dimenangkan oleh pasangan Soekarwo dan Syaefullah Jusuf dengan selisih 0,40% dari total suara. Terjadi permasalahan disini, pasangan Khofifah dan Mudjiono menolak menandatangani hasil dari Pilkada pada putaran kedua karena menilai terdapat banyak kecurangan yang terjadi didalamnya kemudian pasangan tersebut melaporkan kecurangan yang terjadi kepada Mahkamah Konstitusi yaitu lembaga yang berhak menangani sengketa dalam Pemilu. Oleh Mahkamah Konstitusi diputuskan bahwa harus dilaksanakan Pilkada ulang di dua Kabupaten yaitu Bangkalan dan Sampang, serta penghitungan
ulang di Kabupaten Pamekasan. Proses ini merupakan sejarah bagi demokratisasi lokal di Indonesia dimana pengakuan atas hak maupun tuntutan benar-benar tidak diabaikan oleh Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga yudikatif, dengan ini prinsip control dalam negara demokrasi telah terpenuhi.
Pilkada merupakan institusi demokrasi lokal yang penting karena dengan Pilkada, Kepala Daerah yang akan memimpin daerah dalam mencapai tujuan desentralisasi akan terpilih melalui tangan-tangan masyarakat lokal secara langsung. Sehingga untuk Pilkada DI Jawa Timur ini, layaklah disebut sebagai pilkada yang demokratis walaupun masih banyak kelemahan, kecurangan, dan kekurangan. Kepala Daerah terpilih (Soekarwo dan Syaifullah Yusuf ) inilah yang nantinya akan menjadi pemimpin dalam pembangunan di daerah termasuk di dalamnya penguatan demokrasi lokal, penyediaan pendidikan dasar dan layanan kesehatan, perbaikan kesejahteraan rakyat, penerapan prinsip tata pemerintahan yang baik dan lain sebagainya.
Nada pesimis dan pandangan negatif dari berbagai kalangan tentang pelaksanaan pilkada di Jawa Timur tidak meniadakan arti pentingnya institusi ini dalam konsolidasi demokrasi lokal di era desentralisasi. Bagi masyarakat lokal khususnya Jawa Timur yang terpenting adalah memilih Kepala Daerah yang dinilai mampu untuk memimpin daerah, dengan demikian sedikit banyak akan semakin memupuk dan memperkuat demokrasi lokal di Indonesia yang telah beranjak dewasa. Sekali lagi walaupun masih terjadi banyak kekurangan baik itu permasalahan kelembagaan, permasalahan dalam tahapan persiapan, maupun permasalahan dalam tahapan pelaksanaan.
2.
Kesimpulan
Pemilihan langsung Di Jawa Timur ini dapat memberikan popular mandat kepada calon terpilih, sehingga dapat memperkuat peran dan kedudukannya terhadap DPRD, atau dengan kata lain posisi Gubernur dengan DPRD Jawa Timur sejajar. Pilkada di Jawa Timur ini dapat mengurangi intervensi DPRD terhadapap gubernur dan agar “transaksi politik” yang melahirkan “money politics” dapat diminimalisasi. Sehingga Pilkada sebagai pengejawantahan dari demokratisasi local dapat berjalan dengan demokratis.
Dengan kata lain Pilkada di Jawa Timur ini adalah instrument untuk menguatkan tradisi demokrasi langsung di tingkat lokal. Bahwa penguatan demokrasi lokal ini juga akan memperkuat keterlibatan masyarakat Jawa Timur dalam perencanaan dan pengawasan kebijakan yang merupakan konsekuensi logis yang dapat terjadi. Tetapi demikian, pemilihan langsung ini tidak pula akan serta merta menghilangkan praktek praktek kecurangan, kelemahan, dan kekurangan lainnya yang terjadi di banyak daerah di Jawa Timur.
Pemilihan langsung Di Jawa Timur ini dapat memberikan popular mandat kepada calon terpilih, sehingga dapat memperkuat peran dan kedudukannya terhadap DPRD, atau dengan kata lain posisi Gubernur dengan DPRD Jawa Timur sejajar. Pilkada di Jawa Timur ini dapat mengurangi intervensi DPRD terhadapap gubernur dan agar “transaksi politik” yang melahirkan “money politics” dapat diminimalisasi. Sehingga Pilkada sebagai pengejawantahan dari demokratisasi local dapat berjalan dengan demokratis.
Dengan kata lain Pilkada di Jawa Timur ini adalah instrument untuk menguatkan tradisi demokrasi langsung di tingkat lokal. Bahwa penguatan demokrasi lokal ini juga akan memperkuat keterlibatan masyarakat Jawa Timur dalam perencanaan dan pengawasan kebijakan yang merupakan konsekuensi logis yang dapat terjadi. Tetapi demikian, pemilihan langsung ini tidak pula akan serta merta menghilangkan praktek praktek kecurangan, kelemahan, dan kekurangan lainnya yang terjadi di banyak daerah di Jawa Timur.
3.
Saran
Pilkada sebagai pengejawantahan dari demokrasi local sudah selayaknya dipersiapkan sematangnya oleh pemerintah daerah, KPUD, dan unsur terkait agar mereduksi permasalahan-permasalahan yang akan terjadi.
Pilkada sebagai pengejawantahan dari demokrasi local sudah selayaknya dipersiapkan sematangnya oleh pemerintah daerah, KPUD, dan unsur terkait agar mereduksi permasalahan-permasalahan yang akan terjadi.
DAFTAR
PUSTAKA
Abdullah,
Rozali. Pelaksanaan Otonomi Luas dengan Pemilihan Kepala
Fatwa,
A M. Otonomi Daerah dan Demokratisasi Bangsa. Jakarta: YARSIF WATAMPONE. 2002
Hardjito, Dydiet. Pemecahan masalah yang Analitik: Otonomi Daerah dalam
Hardjito, Dydiet. Pemecahan masalah yang Analitik: Otonomi Daerah dalam
http://spirit-otonomi.com,
http://www.beritaindonesia.co.id,