Minggu, 30 Juni 2013



MAKALAH

Demokrasi Indonesia


Nama : Ria Indriani
NIM :13040112130062
Kelas : Ilmu Perpustakaan B 2012



PROGRAM STUDI S1-ILMU PERPUSTAKAAN
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2013


 




 


Kamis, 27 Juni 2013



Makalah Pendidikan Kewarganegaraan

DEMOKRASI


BAB 1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
            Pemilihan  langsung  Kepala  Daerah  menjadi  consensus  politik  nasional, yang merupakan salah satu instrument penting penyelenggaraan pemerintahan setelah digulirkannya otonomi daerah di Indonesia. Sedangkan Indonesia sendiri telah melaksanakan Pilkada secara langsung sejak diberlakukannya Undang-undang nomor 32 tahun 2004. tentang pemerintahan daerah. Hal ini apabila dilihat dari perspektif desentralisasi, Pilkada langsung tersebut merupakan sebuat terobosan baru yang bermakna bagi proses konsolidasi demokrasi di tingkat lokal. Pilkada langsung akan membuka ruang partisipasi yang lebih luas bagi masyarakat dalam proses demokrasi untuk menentukan kepemimpinan politik di tingkat lokal. System ini juga membuka peluang bagi masyarakat untuk mengaktualisasi hak-hak politiknya secara lebih baik tanpa  harus  direduksi  oleh  kepentingan-kepentingan  elite  politik,  seperti  ketika berlaku sistem demokrasi perwakilan. Pilkada langsung juga memicu timbulnya figure pemimpin yang aspiratif, kompeten, legitimate, dan berdedikasi. Sudah barang tentu hal ini karena Kepala Daerah yang terpilih akan lebih berorientasi pada warga dibandingkan pada segelitirelite di DPRD. Akan    tetapi    Pilkada    tidak    sepenuhnya    berjalan    mulus    seperti    yang diharapkan. Dapat kita lihat contohnya pada pilkada di Jawa Timur. Pelaksanaan Pilkada di Jawa Timur menjadi salah satu sejarah bagi proses demokratiasasi lokal di Indonesia.



BAB II
KAJIAN TEORI


1. Demokrasi
Demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.  Begitulah pemahaman yang paling sederhana tentang demokrasi, yang diketahui oleh hampir semua orang. 
      Istilah "demokrasi" berasal dari Yunani Kuno yang diutarakan di Athena kuno pada abad ke-5 SM. Negara tersebut biasanya dianggap sebagai contoh awal dari sebuah sistem yang berhubungan dengan hukum demokrasi modern. Namun, arti dari istilah ini telah berubah sejalan dengan waktu, dan definisi modern telah berevolusi sejak abad ke-18, bersamaan dengan perkembangan sistem "demokrasi" di banyak negara.
      Kata "demokrasi" berasal dari dua kata, yaitu demos yang berarti rakyat, dan kratos/cratein yang berarti pemerintahan, sehingga dapat diartikan sebagai pemerintahan rakyat, atau yang lebih kita kenal sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Konsep demokrasi menjadi sebuah kata kunci tersendiri dalam bidang ilmu politik. Hal ini menjadi wajar, sebab demokrasi saat ini disebut-sebut sebagai indikator perkembangan politik suatu negara.
      Berbicara mengenai demokrasi adalah memperbincangkan tentang kekuasaan, atau lebih tepatnya pengelolaan kekuasaan secara beradab. Ia adalah sistem manajemen kekuasaan yang dilandasi oleh nilai-nilai dan etika serta peradaban yang menghargai martabat manusia. Pelaku utama demokrasi adalah kita semua, setiap orang yang selama ini selalu diatasnamakan namun tak pernah ikut menentukan. Menjaga proses demokratisasi adalah memahami secara benar hak-hak yang kita miliki, menjaga hak-hak itu agar siapapun menghormatinya, melawan siapapun yang berusaha melanggar hak-hak itu. Demokrasi pada dasarnya adalah aturan orang (people rule), dan di dalam sistem politik yang demokratis warga mempunyai hak, kesempatan dan suara yang sama di dalam mengatur pemerintahan di dunia publik. Sedang demokrasi adalah keputusan berdasarkan suara terbanyak. Di Indonesia, pergerakan nasional juga mencita-citakan pembentukan negara demokrasi yang berwatak anti-feodalisme dan anti-imperialisme, dengan tujuan membentuk masyarakat sosialis.
2. Pemilihan Kepala Daerah
       Pemilu  Kepala  Daerah  dan  Wakil  Kepala  Daerah  adalah  Pemilu  untuk memilih Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah secara langsung dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 19453. Sebelum diberlakukannya undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah, Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Namun sejak Juni
2005 Indonesia menganut system pemilihan Kepala Daerah secara langsung.
       Pada dasarnya daerah merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hal ini berkaitan dengan pemilihan Kepala Daerah  dan  Wakil  Kepala  Daerah  yang  seharusnya  sinkron  dengan  pemilihan presiden dan wakil presiden, yaitu pemilihan secara langsung.
 3. Mengembalikan kedaulatan ke tangan rakyat
       Warga masyarakat di daerah merupakan bagian yang tak terpisahkan dari  warga  masyarakat  Indonesia  secara  keseluruhan,  yang  mereka  juga berhak atas kedaulatan yang merupakan hak asasi mereka, yang hak tersebut dijamin dalam konstitusi kita Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945. Oleh karena itu, warga masyarakat di daerah, berdasarkan kedaulatan yang mereka punya, diberikan hak untuk menentukan nasib daerahnya masing-masing, antara lain dengan memilih Kepala Daerah secara langsung.
Pilkada langsung sebagai pengejawantahan dari demokratisasi lokal telah dilaksanakan di berbagai daerah di Indonesia. Banyak evaluasi dan dan analisa mengenai pelenggaraannya menyimpulkan suatu kondisi yang sama, yaitu    bahwa penyelengaraan Pilkada langsung  belum  sepenuhnya berjalan  sesuai yang diharapkan. Penerapan di lapangan masih menyisakan masalah yang mendasar. Pilkada langsung masih didominasi kelompok elitis tertentu melalui oligarki politik, sehingga pilkada langsung menjadi proses  demokratisasi semua.    Partisipasi masyarakat lebih bersifat di mobilisasi. Hal ini sama halnya dengan proses politik sebagai suatu penguatan demokrasi lokal masih belum terjadi, justru konflik-konflik horizontal yang mengarah kepada anarkisme cenderung sering terjadi, yang disinyalir sebagai    akibat    dari    adanya    berbagai    kelemahan    dalam    tata      peraturan penyelenggaraannya, dan munculnya berbagai manipulasi dan kecurangan.
4. Demokratisasi lokal
       Demokratisasi lokal adalah implikasi dari desentralisasi yang dijalankan di daerah-daerah sebagai perwujudan dari proses demokrasi di Indonesia. Konsepnya mengandaikan pemerintahan itu dari, oleh dan untuk rakyat. Hal paling mendasar dalam demokrasi adalah keikutsertaan rakyat, serta kesepakatan bersama atau konsensus untuk mencapai tujuan yang dirumuskan bersama. Perkembangan desentralisasi menuntut adanya proses demokrasi bukan hanya di tingkat regional tetapi di tingkat lokal.
Demokrasi di Indonesia pasca Orde Baru hampir selalu dibicarakan secara berkaitan dengan    pembentukan sistem politik yang mencerminkan prinsip keterwakilan, partisipasi dan  kontrol. Oleh karenanya,  pemerintahan yang demokratis mengandaikan pemisahan kekuasaan dalam tiga wilayah institusi yaitu eksekutif, legislatif dan yudikatif. Suatu pemerintahan dikatakan demokratis jika terdapat indikator utama yaitu keterwakilan, partisipasi dan kontrol terhadap penyelenggaraan pemerintahan oleh ketiga institusi tersebut. Prinsip partisipasi menjamin  aspek  keikutsertaan  rakyat  dalam  proses  perencanaan  pembangunan daerah;  atau  keikutsertaan  rakyat  dalam  proses  pemilihan  wakil  dalam  lembaga politik, sedangkan prinsip kontrol    menekankan pada  aspek    akuntabilitas pemerintahan. Dalam demokrasi, aspek kelembagaan merupakan keutamaan dari berlangsungnya praktik politik yang demokratis, sehingga, terdapat partai politik, pemilihan umum dan pers bebas. Sedangkan, istilah ‘ lokal’ mengacu kepada ‘arena’ tempat praktek demokrasi itu berlangsung.




BAB III
PEMBAHASAN KASUS

Apa                 : Pilkada Jawa Timur 2008
Siapa               : Warga Jawa Timur dan para calon kandidat Cagub dan Cawagub   Jawa Timur.
Dimana            : Jawa Timur
Kapan              : Putaran pertama dilaksanakan pada tanggal 23 Juli 2008
                          Putaran kedua dilaksanakan pada tanggal 4 November 2008
                          Putaran ketiga dilaksanakan pada tanggal 28 Desember 2008
Mengapa         : Pasangan KAJI (Khofifah Indar Parawansa-Mudjiono) tidak menerima hasil   Pilkada Jatim putaran 2 yang diumumkan KPUD Jatim dimenangkan oleh pasangan Soekarwo-Saifullah Yusuf (Karsa). Selanjutnya KAJI melakukan upaya hukum ke MK.
    Mahkamah Konstitusi (MK) akhirnya menetapkan pelaksanaan Pilkada Jawa Timur putaran ketiga (pemungutan suara ulang) di Bangkalan dan Sampang, serta penghitungan suara ulang di Pamekasan.
Bagaimana    : Putaran Pertama
                                    Pada putaran pertama Pilkada Jawa Timur ditetapkan dilaksanakan pada 23 juli 2008, yang tepat jatuh pada hari rabu. Pilkada Jawa Timur diikuti oleh lima calon pasangan Cagub dan Cawagub. Pemilihan  Gubernur  Jawa  Timur  akan  diikuti 29.061.718 pemilih dan akan mencoblos di 32.756 Tempat Pemungutan Suara (TPS).
                Berdasarkan  hasil  Pilkada  Jawa  Timur  putaran  pertama,  tidak  ada  calon yang memperoleh suara lebih dari 30% maka akan diadakan Pilkada Jawa Timur putaran kedua. Dengan demikian maka calon yang berhak ikut dalam Pilkada Jawa Timur putaran Kedua adalah pasangan nomor urut satu, Khofifah dan Mudjiono (24,82%), dan pasangan dengan nomor urut lima, Soekarwo dan Saifullah Yusuf (26,44%). Angka golput pada Pilkada Jawa timur putaran pertama sekitar 20-30%.
                     Putaran Kedua
                                    Pada putaran kedua, Pilkada Jawa Timur putaran kedua yang diikuti oleh pasangan Khofifah - Mudjiono dan Soekarwo - Saifullah Yusuf, dilaksanakan pada 4 november 2008. Pada Pemilihan gubernur putaran kedua ini diikuti 29.280.470 pemilih yang terdiri atas 14.369.596 pemilih laki-laki dan 14.910.874 pemilih perempuan. Untuk lebih dari 29 juta pemilih itu disediakan 62.859 TPS, termasuk 216 TPS8.
Hasil perhitungan resmi pilgub jatim putaran II versi KPU adalah

•Pasangan Kaji (Khofifah I.P dan Mudjiono)    :    7.669.721 suara
•Pasangan Karsa (Soekarwo dan Syaifullah Yusuf )    :    7.729.944 suara
               Dari  suara  sah  sebanyak  15.399.665,  terdapat  506.343  suara  tidak  sah. Dengan  hasil  itu,  pasangan  Karsa  unggul  tipis  60.233  suara  atau  0,40  persen dibanding pasangan Kaji. Dari hasil tersebut maka pasangan Soekarwo - Syaifullah Yusuf dinyatakan sebagai pemenang dalam Pilkada Jatim untuk periode 2008-2013, yang dilaksanakan dalam dua putaran. Namun, kubu dari pasangan Kaji menolak untuk menandatangani hasil dari Pilkada Jatim putaran kedua karena menilai terdapat banyak kecurangan yang terjadi didalamnya. Pelanggaran yang mereka catat selama proses coblosan ulang antara lain, daftar pemilih tetap (DPT) di Pamekasan, Bangkalan    dan    Sampang    berbeda    pada    putaran    pertama    lalu.   
               Pasangan    Khofifah    dan    Mudjiono    akhirnya    melaporkan    kecurangan- kecurangan  dalam  Pilkada  Jawa  Timur  ke  Mahkamah  Konstitusi.  Permohonan yang diajukan oleh pasangan tersebut, terdiri dari empat hal. Pertama, MK diminta menerima dan mengabulkan permohonan keberatan yang diajukan oleh pemohon untuk  seluruhnya.  Kedua,  pemohon  meminta  pembatalan  hasil  perhitungan  suara yang  ditetapkan  termohon  sesuai  dengan  keputusan  termohon  Nomor  20  tahun 2008 tertanggal 11 November 2008 tentang rekapitulasi hasil perhitungan pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Propinsi Jawa Timur tahun 2008 putaran kedua. Ketiga,  menetapkan  perhitungan  suara  hasil  Kepala  Daerah  Provinsi  Jawa Timur  adalah  sebagaimana  yang  diajukan  pemohon,  yaitu  pasangan  Jatim  No  1 sejumlah 7.595.199 suara dan pasangan Jatim No 2 sejumlah 7.573.680 suara. Terakhir, menyatakan pasangan cagub/cawagub dengan nomor urut 1, Khofifah dan Mujiono sebagai pasangan terpilih dalam Pilkada Jatim 2008. Namun akhirnya Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa:
putusan Mahkamah Konstistusi (MK) No 41/PHPU-D-VI/2008 :

• Memerintahkan    KPUD    Jatim    agar    melakukan pemungutan    ulang di kabupaten Bangkalan dan Sampang, serta penghitungan di Pamekasan, paling lama 60 hari setelah amar putusan ini dengan mempertimbangkan kemampuan KPUD Jatim. Mengabulkan sebagian permohonan pemohon dan membatalkan keputusan KPUD Jatim sepanjang mengenai rekapitulasi suara di Kabupaten Pamekasaan, Bangkalan, dan Sampang

•    memerintahkan KPU dan Bawaslu untuk benar-benar mengawasi pemilihan ulang dan penghitungan suara ulang di tiga kabupaten terebut agar tercipta pemilu yang jujur dan adil. MK menilai, secara materil telah terjadi pelanggaran ketentuan pilkada yang berpengaruh terhadap perolehan suara.
               Majelis Hakim diketuai oleh Mahfud MD, Maria Farida Indrati, Achmad Sodiki, Maruarar Siahaan, Arsyad Sanusi, Muhammad Alim, Mukti Fajar dan Akil Mochtar. Dengan  demikian  Mahkama  Konstitusi  memutuskan  adanya  Pemilihan  Kepala Daerah Jawa Timur Putaran kedua.
Putaran Ketiga (ulang)
               Pada putaran ketiga ini, dilakukan pemungutan suara ulang di Kabupaten Bangkalan dan Sampang. Serta melakukan penghitungan ulang di Pamekasan. Dari hasil rekapitulasi suara yang digelar KPUD Jatim, pasangan KarSa dinyatakan memenangkan coblosan dan penghitungan ulang di Bangkalan, Sampang dan Pamekasan.
Di Bangkalan, pasangan Soekarwo-Saifullah Yusuf meraih suara sebanyak 253.981, Sampang 210.052 suara, dan di Pamekasan 216.293 suara. Sedangkan Khofifah-Mudjiono memperoleh suara di Bangkalan sebanyak 144.238, Sampang 146.036 dan Pamekasan 195.117 suara. Dari  hasil  coblosan  dan  penghitungan  ulang,  serta  ditambahkan  dengan  suara  di 36 kabupaten lainnya, KarSa tetap memenangi pilgub Jatim. Jumlah suara untuk KarSa  sebanyak  7.660.861  atau  50,11  persen.  Ka-Ji  memperoleh  7.626.757  atau 49,89 persen. Sedangkan suara tidak sah sebanyak 508.78912. Dengan hasil ini kubu Khofifah tetap tidak puas dan mengajukan gugatan kembali ke Mahkamah Konstitusi, namun Mahkamah Konstitusi menolak gugatan dari Kubu Kaji karena menggangap kesalahan bukan berasal dari kubu lawan melainkan dari pihak penyelenggara.


BAB IV
KESIMPULAN

1.        Analisis dan Pembahasan
       Adanya demokrasi ditingkat lokal sebagai akibat dari proses demokrasi regional yang dituntut oleh perkembangan desentralisasi. Demokrasi lokal memuat hal yang mendasar yaitu keikutsertaan rakyat serta kesepakatan bersama untuk mencapai tujuan yang dirumuskan bersama. Demokrasi lokal terwujud salah satunya dengan adanya Pilkada langsung dengan kata lain proses ini mengembalikan kedaulatan ke tangan rakyat. Hal ini senada dengan pelaksanaan Pilkada langsung yang diadakan di Jawa Timur.
            Pelaksanaan Pilkada Jawa Timur periode 2008-2013 yang pada putaran pertama diikuti oleh lima calon pasangan gubernur dan wakil gubernur. Pada prosesnya telah sesuai dengan prinsip dasar demokrasi yaitu prinsip keterwakilan rakyat.  Hal  ini  ditunjukkan  dengan  kelima  calon  gubernur  dan  wakil  gubernur tersebut berasal dari unsur masyarakat Jawa Timur. Sedangkan partisipasi masyarakat sebagai pemilih berjumlah 29.061.718 Jiwa. Jumlah tersebut menandakan tingkat antusiasme  masyarakat  Jawa  Timur  dalam  proses  demokrasi.  Pilkada  langsung putaran pertama ini, dari kelima calon tersebut tidak ada yang melebihi batas ambang kemenangan 30% maka diadakan Pilkada putaran kedua yang diikuti oleh dua calon yang memperoleh suara terbanyak yaitu pasangan Khofifah-Mudjiono dan Soekarwo-SyaifullahJusuf.
            Pada  putaran  kedua  Pilkada  Jawa  Timur  dimenangkan  oleh  pasangan Soekarwo dan Syaefullah Jusuf dengan selisih 0,40% dari total suara. Terjadi permasalahan  disini,  pasangan  Khofifah  dan  Mudjiono  menolak  menandatangani hasil dari Pilkada pada putaran kedua karena menilai terdapat banyak kecurangan yang terjadi didalamnya kemudian pasangan tersebut melaporkan kecurangan yang terjadi kepada Mahkamah Konstitusi yaitu lembaga yang berhak menangani sengketa dalam Pemilu. Oleh Mahkamah Konstitusi diputuskan bahwa harus dilaksanakan Pilkada ulang di dua Kabupaten yaitu Bangkalan dan Sampang, serta penghitungan
ulang di Kabupaten Pamekasan. Proses ini merupakan sejarah bagi demokratisasi lokal di Indonesia dimana pengakuan atas hak maupun tuntutan benar-benar tidak diabaikan oleh Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga yudikatif, dengan ini prinsip control dalam negara demokrasi telah terpenuhi.
Pilkada merupakan institusi demokrasi lokal yang penting karena dengan Pilkada, Kepala Daerah yang akan memimpin daerah dalam mencapai tujuan desentralisasi akan terpilih melalui tangan-tangan masyarakat lokal secara langsung. Sehingga untuk Pilkada DI Jawa Timur ini, layaklah disebut sebagai pilkada yang demokratis walaupun masih banyak kelemahan, kecurangan, dan kekurangan. Kepala Daerah terpilih (Soekarwo dan Syaifullah Yusuf ) inilah yang nantinya akan menjadi pemimpin dalam pembangunan di daerah termasuk di dalamnya penguatan demokrasi lokal, penyediaan pendidikan dasar dan layanan kesehatan, perbaikan kesejahteraan rakyat, penerapan prinsip tata pemerintahan yang baik dan lain sebagainya.
            Nada pesimis dan pandangan negatif dari berbagai kalangan tentang pelaksanaan pilkada di Jawa Timur tidak meniadakan arti pentingnya institusi ini dalam konsolidasi demokrasi lokal di era desentralisasi. Bagi masyarakat lokal khususnya Jawa Timur yang terpenting adalah memilih Kepala Daerah yang dinilai mampu untuk memimpin daerah, dengan demikian sedikit banyak akan semakin memupuk dan memperkuat demokrasi lokal di Indonesia yang telah beranjak dewasa. Sekali lagi walaupun masih terjadi banyak kekurangan baik itu permasalahan kelembagaan, permasalahan dalam tahapan persiapan, maupun permasalahan dalam tahapan pelaksanaan.

2.        Kesimpulan
            Pemilihan langsung Di Jawa Timur ini dapat memberikan popular mandat kepada calon terpilih, sehingga dapat memperkuat peran dan kedudukannya terhadap DPRD, atau dengan kata lain posisi Gubernur dengan DPRD Jawa Timur sejajar. Pilkada di Jawa Timur ini dapat mengurangi intervensi DPRD terhadapap gubernur dan agar “transaksi politik” yang melahirkan “money politics” dapat diminimalisasi. Sehingga Pilkada sebagai pengejawantahan dari demokratisasi local dapat berjalan dengan demokratis.
            Dengan kata lain Pilkada di Jawa Timur ini adalah instrument untuk menguatkan tradisi demokrasi langsung di tingkat lokal. Bahwa penguatan demokrasi lokal ini juga akan memperkuat keterlibatan masyarakat Jawa Timur dalam perencanaan  dan  pengawasan  kebijakan  yang  merupakan  konsekuensi  logis  yang dapat terjadi. Tetapi demikian, pemilihan langsung ini tidak pula akan serta merta menghilangkan  praktek  praktek  kecurangan,  kelemahan,  dan  kekurangan  lainnya yang terjadi di banyak daerah di Jawa Timur.

3.         Saran
 Pilkada  sebagai  pengejawantahan  dari  demokrasi  local  sudah  selayaknya dipersiapkan sematangnya oleh pemerintah daerah, KPUD, dan unsur terkait agar mereduksi permasalahan-permasalahan yang akan terjadi.

 
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Rozali. Pelaksanaan Otonomi Luas dengan Pemilihan Kepala
Fatwa, A M. Otonomi Daerah dan Demokratisasi Bangsa. Jakarta: YARSIF WATAMPONE. 2002
Hardjito, Dydiet. Pemecahan masalah yang Analitik: Otonomi Daerah dalam
http://spirit-otonomi.com,
 http://www.beritaindonesia.co.id,